Langsung ke konten utama

Hari Itu dan Kini: 17 Agustus 2011 dan 17 Agustus 2012


Menengok sejenak, hari kemerdekaan Republik Indonesia, menjadi sebuah peristiwa yang sungguh akan berbeda ketika dirayakan di satu tempat dengan tempat yang lain. Tentang bagaimana detil kecil dalam persiapan upacara pengibaran bendera, esensi dari setiap susunan acara, waktu tepat untuk berkumpul bersama sesama orang Indonesia, yang di dalamnya terdapat berbagai balutan nilai yang hingga kini masih berusaha untuk dibangun bukan hanya dalam bentuk kata demi kata, namun dalam bentuk nyata untuk memperlihatkan esensi secara nyata orang- orang yang menggaungkan semangat tersebut di dunia maya, di berbagai media hingga seantero dunia pun tahu mengenai hari kemerdekaan Republik Indonesia.


Tak pernah terbayangkan bagaimana perjuangan dari the founding fathers untuk mewujudkan mimpi yang semula hanya merupakan asa semata, di hari dimana mereka diasingkan ke Rengasdengklok oleh pemuda yang menuntut untuk segera di- merdeka- kannya Indonesia kala itu.

Upacara pengibaran bendera menjadi sebuah momentum untuk melihat dengan mata telanjang, merasakan dengan jelas kentara, getar kemerdekaan, kebebasan yang didapatkan dengan tak mudah kala itu. Kebebasan untuk memberikan ide, membentuk pemerintahan, landasan peraturan dan undang- undang, rumusan Pancasila, hingga ke detil lain tentang sebuah term “negara”. Esensi upacara pengibaran bendera saat Hari Kemerdekaan 17 Agustus setiap tahunnya sangatlah kental dengan berbagai persiapan. Mulai dari persiapan fisik, mental, dan juga yang paling penting adalah merupakan sebuah momentum untuk melihat dan memijakkan diri pada sebuah pernyataan yang sering terucap, bahkan ketika lidah keseleo, ‘Janganlah bertanya apa yang dapat negara berikan kepadamu, namun tanyalah pada dirimu sendiri, apa yang dapat kamu berikan untuk negaramu’. Disanalah, jiwa muda pun mengangkasa, mencoba mengais pernyataan yang sekiranya dapat menjadi pernyataan balasan dari pernyataan di atas.

Sampai pada sebuah pertanyaan, ketika tiba di hari kemerdekaan tersebut, dirimu, ragamu, secara eksplisit dan nyata tak berada di Indonesia, kaki hingga mata kita tak berpijak pada bumi pertiwi, apakah jiwamu akan tetap untuk Indonesia? Merasakan begitu bergejolaknya nasionalisme ketika lagu Indonesia Raya membahana, walau hanya di relung hatimu? Yang ketika bendera merah putih  dinaikkan, secercah rasa bangga menyeruak? Akankah akan tetap tumbuh dengan subur rasa itu, walau ketika dirimu bangun, berada di belahan utara Eropa, sedang melakukan ekspedisi ke suku Maya, atau seketika sedang bertanding, sedang berlomba, sebagai perwakilan dari negara lain, walau dirimu sebelumnya berkewarganegaraan Indonesia?

Term ‘bangsa’, seketika menjadi hal yang terasa abstrak bukan? Abstrak karena secara nyata dalam kehidupan ini, ‘bangsa’ adalah hal yang dikonstruksikan oleh pendahulu kita, membuat kita kini menjadi sebuah kesatuan sehingga dapat dipastikan kita dapat dengan mudah mengidentifikasi diri kita sebagai sebuah entitas dari Republik Indonesia.

17 Agustus 2011, adalah salah satu contoh hal yang menjadi sebuah pengalaman tersendiri ketika menjadi pahlawan budaya Republik Indonesia, berada dalam sebuah perayaan sederhana tentang esensi kemerdekaan Republik Indonesia. Berbekal lagu Indonesia Raya, Bendera Merah Putih, dan baju kontingen berwarna merah, kami, Kontingen Misi Budaya Festival Du Sud, melaksanakan upacara bendera di halaman samping dorm tempat kami menetap, tepatnya di Alcala de La Selva, Spanyol. Tanpa suguhan pasukan 17 dan 8 yang bertugas di istana negara, tanpa adanya perayaan semacam aubade atau paduan suara yang menggema di lapangan, di stasiun televisi tiap rumah kita seperti pada umumnya. Khusyuk dan khidmat langsung terasa merasuk ke dalam diri, merasakan upacara peringatan kemerdekaan RI secara sederhana di negeri orang dalam status menjadi pahlawan budaya. Tak terelakkan, rindu pun datang, bukan tentang rindu formalitas upacara, namun kerinduan memberikan penampilan seni terbaik dalam rangka mengharumkan nama Indonesia, di kancah internasional.


Menyanyikan lagu Indonesia Raya saat memperingati HUT RI ke 66 di Alcala de La Selva

Upacara memperingati HUT RI ke 66 di Alcala de La Selva, Spanyol

Kini, di tanggal yang sama, tahun 2012, hal berbeda terasa. Aku kini di rumahku, menapakkan kaki di Indonesia dan menyaksikan secara live melalui layar kaca, upacara pengibaran bendera di Istana Negara. Merasakan atmosfer tirakatan, melihat berbagai iklan di televisi yang bernadakan nasionalisme dan euforia hari kemerdekaan Republik Indonesia. Walau esensi nasionalisme tak sebegitu menyeruak seperti ketika berada di tempat yang jauh dari negeri sendiri, perasaan cinta tanah air tetap mengalir dengan deras, mencoba mengartikan peran diri sendiri dalam peranku sebagai ‘warga negara Republik Indonesia’.
Upacara Pengibaran Bendera 17 Agustus 2012 di Istana Negara
Pembawa Baki Duplikat Bendera Pusaka

Hari itu, 17 Agustus 2011 dan hari ini, 17 Agustus 2012, menjadi saksi bagi diri ini sendiri, dimanapun aku berada, sekecil apapun suara hati dalam meneriakkan rasa sayang tanah air, di balik semua prestasi dan segudang cerita, diri ini akan kembali pada esensi bahwa bangsa ini punya segudang hal positif yang dapat membuat warga- nya akan selalu menempatkan rasa cintanya pada bangsa yang sedang bertransformasi menjadi bangsa yang lebih besar. Dirgahayu, Indonesiaku J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kahlil Gibran: Jiwa Penari Ada di Sekujur Tubuhnya

Photo Credit: Putri Soesilo Di sebuah malam, seorang penari wanita dan pemusik dari Birkasha datang ke istana pangeran. Mereka diizinkan untuk masuk. Mulailah penari itu menari dengan iringan bunyi alat musik kecapi, siter dan seruling. Beberapa tarian yang dibawakan adalah tarian pedang, tarian api, dan tarian lembing. Tak lama kemudian, ia turut membawakan tarian angkasa dan bintang, disambung dengan tarian kembang yang mempesona. Semua tarian telah selesai dibawakan oleh sang penari. Kemudian ia berdiri menghadap sang pangeran dan membungkuk memberi hormat. Pangeran tersebut bertanya," Wanita cantik, putri yang anggun nan ceria, dari mana engkau menyerap seluruh ilham kesenianmu? Bagaimana pula engkau dapat menguasai segala unsur irama serta puisi?" Penari tersebut kemudian membungkuk lagi. Selang kemudian ia menjawab,  "Baginda yang mulia dan berdaulat, saya tidak dapat menjawab pertanyaan Baginda. Hal yang saya ketahui hanyalah:  Jiwa ahli f

Two- Cute Angels have stolen my heart!

♥ they are angels and my saviour ♥ Sounds exaggerating, but it's interesting to see outside the windows just making sure that my youngest sister and brother are fine there. They are really cute and they are smart. Their cheeks, their laughs, their jokes, their attitudes always rejoice. Their cute smiles, their pampering, what a lovely angel. Sometimes, i find scariness in their faces when they see the lightening and hear the storm. They hide their ears under the pillows or blanket. They may be hug me or my mom to make sure that they are safe! They love to try everything new in daily life, their curiosity are unbeatable. Often, they try to turn on the gas stove, try to ride the mini- motor, or cut everything surrounding them by a hug- scissor! Actually, my sister has cut her own hair when she was 3 y.o ! My youngest sister, Nabila is really- really beautiful. She has a pair of tomatoes- cheeks! She is totally like "bule". She loves singing so much. Her favorite song is C.

Jaca, A City of Art

Jaca, Spanyol Untuk setiap detik pertama menuliskan beberapa kalimat tentang perjalanan misi budaya ke Festivals Du Sud 2011 itu tak semudah dan sesulit yang dibayangkan. Tertoreh begitu banyak cerita yang runut antara bangun pagi, sarapan bersama kontingen negara lain, pemanasan, latihan sejenak, mencuci kostum, berbenah peralatan make- up , bercanda bersama keluarga misi serta perjalanan menuju stage untuk performance. Jelas, tertoreh indah dan rapi di ingatanku. Kadang sekedar mengingat pun kulakukan dengan melihat berbagai foto saat misi. Tak beda dengan kota sebelumnya, kota yang satu ini, kota tujuan wisata orang Spanyol saat berlibur, kota seni yang bersejarah, menyenangkan dan ramai, Jaca ( read:   Haka ) Disini, saat itu rombongan tiba dengan selamat di hari kesekian puasa. Sebuah dorm menjadi tempat kami tidur, bercanda, selama kurang lebih enam hari lamanya. Setiap tempat baru membawa suasana yang berbeda pula, pertemuan baru dengan kontingen negara lain, hingga k