Langsung ke konten utama

Saman (Indonesia), Samba (Brazil), and Telenovela (Meksiko)


Pada bulan Juli 2011- September 2011 atau tepat waktu summer 2011 di Eropa kemarin, anggota dari Komunitas Tari FISIP Universitas Indonesia mendapat kesempatan untuk melakukan misi budaya pada Festival Du Sud di Spanyol dan Perancis. Saya dan 31 orang anggota lain selama kurang lebih 2 bulan melaksanakan sebuah tugas untuk menyebarkan tari serta musik tradisional di Eropa, bukan hanya itu, namun juga sebagai duta pariwisata untuk menarik wisatawan mancanegara mengunjungi Indonesia, meyakinkan kepada orang- orang dari negara lain yang juga menjadi kontingen dari festival ini, bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan ragam budaya, kaya akan khasanah musik serta tari- tarian, keramahan serta buminya yang indah bagai zamrud di khatulistiwa.
Di sana, peserta festival tidak hanya dari Indonesia saja, namun juga dari berbagai negara di seluruh penjuru dunia, bahkan ada beberapa negara yang baru kami dengar. Negara- negara itu antara lain adalah Rusia, Serbia, Kalmoukie, Belarusia, Hongaria, Itali, Beuratia, Taiwan, Mexico, Turki, Uzbekistan, Zimbabwe, Togo, Brazil, dan Spanyol serta Perancis sendiri. Dari keseluruhan peserta yang datang dari berbagai penjuru dunia, kontingen Indonesia, sangat akrab dengan kontingen dari dua buah negara, yaitu Meksiko dan Brazil. Tidak seperti interaksi kami dengan negara- negara yang lain, kami dan kontingen dari Meksiko dan Brazil sering berkumpul bersama, bernyanyi bersama, serta tukar menukar budaya, dengan cara belajar tari dan musik serta nyanyian dari Meksiko maupun Brazil, berfoto bersama, berbagai cerita tentang saudara, tentang beberapa kota di masing- masing negara, bahkan ada yang saling jatuh cinta. Hal inilah yang membuat saya penasaran mengenai alasan yang melatarbelakangi keakraban ini.
        
Hal pertama yang harus diyakini dalam berinteraksi dengan orang asing, terutama berbeda negara dan berbeda budaya adalah bahwa budaya mempengaruhi proses interaksi kita dengan orang tersebut. Untuk itulah, kita harus mempunyai mengetahui informasi penting mengenai kebudayaan orang lain tersebut, sehingga dari sinilah akan diketahui tipe budaya mereka, apakah individualistic ataukah collectivistic, karena hal ini akan mempengaruhi berjalannya komunikasi satu dengan yang lainnya. Ketika telah ditemukan kesamaan, maka dengan mudah kita akan melanjutkan hubunganke arah yang lebih bail, dengan ekspektasi positif, menggunakan bahasa yang dapt dimengerti pihak- pihak yang berinteraksi, saling terbuka satu sama lain untuk mengurangi ketidakpastian, serta meningkatkan kepercayaan dan mengurangi anxiety, maka komunikasi yang terjadi antara satu kelompok dengan kelompok yang lain menjadi lebih berkualitas dan lebih efektif sehingga mencapai communication satisfaction yang baik, dan pencapaian hal ini melalui tahapan adaptasi yang tidak mudah, yang berakhir kepada high adjustment satisfaction, dimana satu kelompok dengan kelompok yang lain sudah merasa nyaman dan tidak ingin dipisahkan.
            Pengaruh media sangatlah besar manfaatnya, melalui media baru, yaitu internet, social media, kini orang- orang yang berada di beda benua pun dapat berkomunikasi dengan lancar dan seolah semakin mendekatkan jarak. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan hubungan kita dengan orang lain yang berbeda budaya, karena kita dapat keep in touch dengan mereka tanpa bersusah payah. Teknologi kini memang adalah perpanjangan tangan manusia.

Apabila dilakukan kajian terhadap kontingen Indonesia, Brazil dan Meksiko, maka yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:

Dilihat dari poin landasan teori A, dapat diketahui bahwa   dari kesamaan yang ada, Indonesia, Brazil, dan Meksiko merupakan collectivistic cultures, dimana kelompok mengambil alih kepentingan individu. Selalu menggunakan informasi kelompok untuk memperkirakan tingkah laku dan sikap dari orang lain serta konstruksi kultural yang berbeda sebagai tendensi kolektivis. Dimensi utama cultural variability dari Indonesia, Brazil, dan Meksiko adalah collectivism, yaitu ketika tujuan dari kelompok di atas tujuan individu. Hampir semua anggota masyarakatnya tergabung kepada ingroup, namun ingroup yang diikuti hanyalah sedikit. Keluarga adalah primary ingroup pada collectivistis culture ini. Perilaku sama yang dimunculkan di ketiga negara selama hampir 2 bulan adalah high context culture, ambigu dan tidak langsung, kata- kata seperti may be, perhaps sering dikeluarkan. Dalam berkomunikasi, kami sering memanfaatkan sensitivitas kami dalam menerima pesan serta melihat sisi non- verbal dari komunikasi tidak langsung, sehingga kami harus mengetahui informasi tentang satu- sama lain agar komunikasi berjalan secara efektif.
            Dikaji dari poin teori B, seperti yang telah dicantumkan dalam teori tersebut, bahwa yang membuat kita, yaitu Indonesia, Brazil dan Meksiko pada awal mulanya tidak membentuk sebuah hubungan yang dekat satu sama lain adalah karena kami tidak mempunyai kontak yang begitu banyak dengan orang yang menurut kami asing tersebut. Hal ini disebabkan karena dalam keseharian, kami masih disibukkan dengan pertunjukan dan berbagai performance di setiap tempat di Perancis, kami hanya berjumpa di  setiap jam makan pagi dan makan siang. Hingga pada suatu saat, kami berada pada sebuah dorm yang sama, di sebuah kota bernama Les Preses, Spanyol, dengan intensitas pertemuan yang sangat rutin, ibaratnya, kemanapun pergi pasti akan bertemu dengan mereka. Interaksi awal yang tercipta hanya sebatas permukaan saja, lambat laun berubah dengan adanya ekspektasi positif dari ketiga belah pihak, sehingga memunculkan aspek positif dari dalam interaksi keseharian kami.
Melihat berbagai kesamaan yang ada antara Indonesia, Brazil dan Meksiko, maka semakin terbuka lebar pintu untuk membina hubungan yang lebih dekat antara satu dengan yang lainnya. Dengan menggunakan Bahasa Inggris dan sedikit bahasa tarzan sebagai alat komunikasi, kami mulai dekat  satu dengan yang lainnya. Di antara kami mulai saling terbuka satu sama lain, mulai menceritakan keunikan satu sama lain, pengalaman- pengalaman, bertukar cerita, kemudian bercerita tentang keluarga masing- masing. Hal ini dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian serta berbagi informasi budaya untuk mempermudah komunikasi satu sama lain, sehingga akan meningkatkan kepercayaan dan mengurangi anxiety. Dari manajemen anxiety serta pengurangan ketidakpastian dari masing- masing kontingen negara, maka komunikasi yang terjadi antara Brazil, Meksiko dan Indonesia menjadi lebih berkualitas dan lebih efektif sehingga mencapai communication satisfaction yang baik.
Dikaji dari poin landasan teori C, adaptasi antar budaya adalah hal yang secara detil akan memperjelas proses adaptasi yang dilakukan oleh ketiga negara ini. Inilah interaksi yang dilakukan oleh kontingen Indonesia, Meksiko, dan Brazil, dengan interaksi pengelolaan kejut budaya, yaitu: pada awal setibanya kami di Perancis, kami melakukan penyesuaian dengan tempat baru kami, dan mempunyai tingkat kepuasan tinggi pada tahap honeymoon serta merasa bergairah dengan budaya baru yang kami temui di Perancis. Beranjak kepada tahapan kedua, yaitu tahap hostility, dimana kami merasakan kebingungan serta disorientasi atas kebudayaan di tempat baru kami tersebut.  Namun, kami berusaha beradaptasi kembali, belajar berbagai budaya yang ada di tempat baru kami, saling berkenalan satu dengan yang lainnya dengan tingkat kepuasan sedang pada tahap humorous, berusaha menerima perbedaan walaupun dengan menertawakan budaya lain. Tahapan selanjutnya adalah merasakan tahapan –sync, dimana kami merasa nyaman dengan budaya baru kami, sehingga merasakan seperti di rumah. Namun ada tahap lain yang kemudian menyadarkan kami rindu negara kami, sehingga sampai pada tahapan yang tidak terduga dan tidak karuan. Seketika hal ini kemudian berbeda ketika kami mencapai tahap resosialisasi. Menemukan kesamaan, serta hal- hal yang membuat kami bertiga, kontingen dari Indonesia, Brazil dan Meksiko, menjadi kontingen yang akrab satu sama lain, saling memahami dan bertukar cerita, menerima budaya baru dan menikmati dunia baru, kami tiba pada proses high adjustment satisfaction dimana kami; kontingen Brazil, Indonesia, dan Meksiko merasakan kesedihan yang luar biasa untuk meninggalkan tempat baru ini. Isak tangis menyeruak di seluruh penginapan dan perpisahan pun tak dapat dihindari. Tepat pada hari itu, 29 Agustus 2011, kami, kontingen Indonesia, Brazil, dan Meksiko, berpisah satu dengan yang lainnya, menuju tempat tujuan selanjutnya, yaitu kota festival selanjutnya serta rumah masing- masing.
Persahabatan kami tidak terhenti disini saja, dengan adanya internet dengan Facebook dan Skype sebagai social media, kami dapat berinteraksi dengan sahabat kami dari Meksiko dan Brazil tersebut, saling menulis di wall, memberikan link- link di Facebook berkaitan dengan budaya dan foto maupun video kenangan kami selama bersama di Spanyol dan Perancis, bertukar pikiran, bercerita satu sama lain, bahkan menggunakan Skype untuk melihat secara audio- visual keadaan mereka sekarang. Sungguh media adalah perpanjangan tangan manusia. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kahlil Gibran: Jiwa Penari Ada di Sekujur Tubuhnya

Photo Credit: Putri Soesilo Di sebuah malam, seorang penari wanita dan pemusik dari Birkasha datang ke istana pangeran. Mereka diizinkan untuk masuk. Mulailah penari itu menari dengan iringan bunyi alat musik kecapi, siter dan seruling. Beberapa tarian yang dibawakan adalah tarian pedang, tarian api, dan tarian lembing. Tak lama kemudian, ia turut membawakan tarian angkasa dan bintang, disambung dengan tarian kembang yang mempesona. Semua tarian telah selesai dibawakan oleh sang penari. Kemudian ia berdiri menghadap sang pangeran dan membungkuk memberi hormat. Pangeran tersebut bertanya," Wanita cantik, putri yang anggun nan ceria, dari mana engkau menyerap seluruh ilham kesenianmu? Bagaimana pula engkau dapat menguasai segala unsur irama serta puisi?" Penari tersebut kemudian membungkuk lagi. Selang kemudian ia menjawab,  "Baginda yang mulia dan berdaulat, saya tidak dapat menjawab pertanyaan Baginda. Hal yang saya ketahui hanyalah:  Jiwa ahli f

Two- Cute Angels have stolen my heart!

♥ they are angels and my saviour ♥ Sounds exaggerating, but it's interesting to see outside the windows just making sure that my youngest sister and brother are fine there. They are really cute and they are smart. Their cheeks, their laughs, their jokes, their attitudes always rejoice. Their cute smiles, their pampering, what a lovely angel. Sometimes, i find scariness in their faces when they see the lightening and hear the storm. They hide their ears under the pillows or blanket. They may be hug me or my mom to make sure that they are safe! They love to try everything new in daily life, their curiosity are unbeatable. Often, they try to turn on the gas stove, try to ride the mini- motor, or cut everything surrounding them by a hug- scissor! Actually, my sister has cut her own hair when she was 3 y.o ! My youngest sister, Nabila is really- really beautiful. She has a pair of tomatoes- cheeks! She is totally like "bule". She loves singing so much. Her favorite song is C.

Jaca, A City of Art

Jaca, Spanyol Untuk setiap detik pertama menuliskan beberapa kalimat tentang perjalanan misi budaya ke Festivals Du Sud 2011 itu tak semudah dan sesulit yang dibayangkan. Tertoreh begitu banyak cerita yang runut antara bangun pagi, sarapan bersama kontingen negara lain, pemanasan, latihan sejenak, mencuci kostum, berbenah peralatan make- up , bercanda bersama keluarga misi serta perjalanan menuju stage untuk performance. Jelas, tertoreh indah dan rapi di ingatanku. Kadang sekedar mengingat pun kulakukan dengan melihat berbagai foto saat misi. Tak beda dengan kota sebelumnya, kota yang satu ini, kota tujuan wisata orang Spanyol saat berlibur, kota seni yang bersejarah, menyenangkan dan ramai, Jaca ( read:   Haka ) Disini, saat itu rombongan tiba dengan selamat di hari kesekian puasa. Sebuah dorm menjadi tempat kami tidur, bercanda, selama kurang lebih enam hari lamanya. Setiap tempat baru membawa suasana yang berbeda pula, pertemuan baru dengan kontingen negara lain, hingga k